Mengapa Dekomposisi Fungsional Menyebabkan Desain Sistem yang Buruk
Dekomposisi fungsional, pendekatan klasik dalam desain sistem, seringkali diawali dengan niat baik: memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Namun, dalam praktiknya, pendekatan ini seringkali menghasilkan arsitektur yang rapuh, sulit dipelihara, dan kurang fleksibel. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa dekomposisi fungsional, meskipun tampak intuitif, seringkali menjadi resep untuk desain sistem yang buruk, serta alternatif yang lebih efektif.
Daftar Isi
- Pendahuluan: Daya Tarik dan Bahaya Dekomposisi Fungsional
- Apa itu Dekomposisi Fungsional?
- Mengapa Dekomposisi Fungsional Tampak Menarik?
- Thesis: Mengapa Dekomposisi Fungsional Jarang Berhasil
- Masalah Utama dengan Dekomposisi Fungsional
- Ketergantungan yang Kuat dan Coupling yang Tinggi
- Kurangnya Kohesi
- Kesulitan dalam Perubahan
- Abstraksi yang Buruk
- Duplikasi Kode
- Arsitektur yang Tidak Alami
- Contoh Praktis: Kegagalan Dekomposisi Fungsional
- Sistem Pemesanan Penerbangan
- Aplikasi E-commerce
- Alternatif untuk Dekomposisi Fungsional
- Desain Berorientasi Objek (OOP)
- Desain Berbasis Domain (DDD)
- Arsitektur Berorientasi Layanan (SOA)
- Arsitektur Mikroservis
- Prinsip Desain untuk Sistem yang Lebih Baik
- Prinsip Tanggung Jawab Tunggal (SRP)
- Prinsip Buka/Tutup (OCP)
- Prinsip Substitusi Liskov (LSP)
- Prinsip Pemisahan Antarmuka (ISP)
- Prinsip Inversi Ketergantungan (DIP)
- Kesimpulan: Bergerak Menuju Desain yang Lebih Kuat
1. Pendahuluan: Daya Tarik dan Bahaya Dekomposisi Fungsional
Apa itu Dekomposisi Fungsional?
Dekomposisi fungsional adalah teknik desain sistem yang memecah sistem menjadi serangkaian fungsi atau modul. Setiap fungsi bertanggung jawab untuk melakukan tugas tertentu, dan sistem secara keseluruhan bekerja dengan menghubungkan fungsi-fungsi ini bersama-sama. Secara sederhana, ini adalah pendekatan top-down, di mana Anda mulai dengan fungsi utama sistem dan memecahnya menjadi sub-fungsi yang lebih kecil dan lebih terkelola.
Mengapa Dekomposisi Fungsional Tampak Menarik?
Dekomposisi fungsional memiliki daya tarik yang kuat karena beberapa alasan:
- Sederhana dan Intuitif: Konsep memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil mudah dipahami dan diterapkan.
- Mudah Dimulai: Pendekatan top-down memungkinkan pengembang untuk fokus pada fungsi utama terlebih dahulu, sehingga membuat proses pengembangan tampak lebih terstruktur.
- Cocok untuk Masalah Sederhana: Untuk sistem yang sangat kecil dan sederhana, dekomposisi fungsional mungkin cukup.
- Tradisi: Sejarah pemrograman yang panjang menggunakan paradigma prosedural telah menanamkan dekomposisi fungsional sebagai pendekatan yang “alami”.
Thesis: Mengapa Dekomposisi Fungsional Jarang Berhasil
Meskipun daya tariknya, dekomposisi fungsional seringkali gagal menghasilkan desain sistem yang baik. Alasannya terletak pada bagaimana pendekatan ini cenderung mengabaikan atau merusak prinsip-prinsip desain penting seperti enkapsulasi, kohesi, dan coupling yang rendah. Pada dasarnya, dekomposisi fungsional mendorong pengembang untuk fokus pada *bagaimana* sistem bekerja, bukan *apa* yang dilakukannya, yang mengarah pada arsitektur yang rapuh dan sulit dipelihara. Thesis artikel ini adalah: dekomposisi fungsional adalah antipola desain yang harus dihindari untuk sistem kompleks karena secara inheren mendorong ketergantungan yang kuat, coupling yang tinggi, dan kesulitan dalam perubahan.
2. Masalah Utama dengan Dekomposisi Fungsional
Berikut adalah masalah utama yang muncul dari penerapan dekomposisi fungsional:
Ketergantungan yang Kuat dan Coupling yang Tinggi
Salah satu masalah terbesar dengan dekomposisi fungsional adalah ia mendorong ketergantungan yang kuat antara fungsi-fungsi yang berbeda. Karena setiap fungsi bergantung pada detail implementasi fungsi lain, perubahan pada satu fungsi seringkali memerlukan perubahan pada fungsi-fungsi lain. Ini dikenal sebagai coupling yang tinggi, dan ini adalah musuh desain sistem yang baik. Coupling yang tinggi membuat sistem sulit untuk diubah, diuji, dan digunakan kembali.
Mengapa ini buruk?
- Efek Riak: Perubahan kecil dapat menyebabkan efek riak yang besar, memaksa pengembang untuk memodifikasi banyak bagian kode.
- Kesulitan dalam Pengujian: Karena fungsi-fungsi saling bergantung, menguji satu fungsi secara terisolasi menjadi sulit.
- Penggunaan Ulang yang Terbatas: Fungsi-fungsi terikat erat satu sama lain, sehingga sulit untuk menggunakannya kembali dalam konteks yang berbeda.
Kurangnya Kohesi
Kohesi mengacu pada seberapa erat elemen-elemen dalam modul atau kelas terkait satu sama lain. Modul yang kohesif melakukan satu tugas yang terdefinisi dengan baik, sementara modul yang tidak kohesif melakukan berbagai tugas yang tidak terkait. Dekomposisi fungsional seringkali menghasilkan modul yang tidak kohesif karena fungsi-fungsi dikelompokkan berdasarkan *bagaimana* mereka diimplementasikan, bukan *apa* yang mereka lakukan.
Mengapa ini buruk?
- Kode yang Rumit dan Sulit Dipahami: Modul yang tidak kohesif cenderung memiliki banyak baris kode dan logika yang kompleks, sehingga sulit untuk dipahami dan dipelihara.
- Kesulitan dalam Modifikasi: Karena modul melakukan berbagai tugas, mengubah satu tugas dapat memengaruhi tugas lain, sehingga meningkatkan risiko kesalahan.
- Mengurangi Keterbacaan: Kode yang tidak kohesif lebih sulit dibaca dan dipahami, sehingga membuat proses pengembangan lebih lambat dan lebih rentan kesalahan.
Kesulitan dalam Perubahan
Sistem yang dirancang menggunakan dekomposisi fungsional seringkali sulit diubah. Perubahan pada satu fungsi dapat memengaruhi banyak fungsi lain, sehingga membuat proses perubahan menjadi rumit dan memakan waktu. Ini terutama menjadi masalah karena persyaratan bisnis berubah seiring waktu. Sistem yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan akan menjadi usang dan tidak relevan.
Mengapa ini buruk?
- Biaya Pemeliharaan yang Tinggi: Memperbaiki bug dan menambahkan fitur baru menjadi mahal dan memakan waktu karena perubahan dapat menyebabkan efek riak yang besar.
- Rendahnya Agility: Sistem tidak dapat merespons perubahan pasar atau persyaratan bisnis dengan cepat.
- Risiko Tinggi: Perubahan dapat menyebabkan kesalahan yang tidak terduga, sehingga membahayakan stabilitas sistem.
Abstraksi yang Buruk
Abstraksi adalah proses menyembunyikan detail implementasi yang tidak perlu dan hanya memperlihatkan informasi yang relevan. Dekomposisi fungsional seringkali menghasilkan abstraksi yang buruk karena fungsi-fungsi terikat erat dengan detail implementasinya. Ini membuat sulit untuk mengubah implementasi suatu fungsi tanpa memengaruhi fungsi lain.
Mengapa ini buruk?
- Kode yang Bocor: Detail implementasi bocor ke modul lain, sehingga membuat sistem lebih rapuh.
- Kurangnya Fleksibilitas: Sulit untuk mengubah implementasi suatu fungsi tanpa memengaruhi fungsi lain.
- Penggunaan Ulang yang Terbatas: Fungsi-fungsi terlalu spesifik untuk konteks tertentu, sehingga sulit untuk menggunakannya kembali dalam konteks yang berbeda.
Duplikasi Kode
Dekomposisi fungsional seringkali mengarah pada duplikasi kode karena fungsi-fungsi melakukan tugas yang serupa tetapi tidak berbagi kode. Duplikasi kode meningkatkan ukuran basis kode, membuatnya lebih sulit untuk dipelihara dan dipahami. Selain itu, jika bug ditemukan dalam satu bagian kode duplikat, itu harus diperbaiki di semua tempat kode itu diduplikasi, sehingga meningkatkan risiko kesalahan.
Mengapa ini buruk?
- Ukuran Basis Kode yang Membengkak: Duplikasi kode meningkatkan ukuran basis kode, sehingga membuatnya lebih sulit untuk dipahami dan dipelihara.
- Peningkatan Risiko Bug: Jika bug ditemukan dalam satu bagian kode duplikat, itu harus diperbaiki di semua tempat kode itu diduplikasi, sehingga meningkatkan risiko kesalahan.
- Kesulitan dalam Pemeliharaan: Perubahan harus dilakukan di beberapa tempat, sehingga meningkatkan risiko inkonsistensi.
Arsitektur yang Tidak Alami
Dekomposisi fungsional seringkali menghasilkan arsitektur yang tidak alami yang tidak mencerminkan domain masalah. Sistem dipandang sebagai serangkaian fungsi daripada sebagai serangkaian entitas dan interaksi. Ini membuat sulit untuk memahami sistem dan membuatnya lebih sulit untuk berkomunikasi tentang sistem dengan pemangku kepentingan bisnis.
Mengapa ini buruk?
- Kesulitan dalam Komunikasi: Sulit untuk berkomunikasi tentang sistem dengan pemangku kepentingan bisnis karena arsitektur tidak mencerminkan domain masalah.
- Kurangnya Pemahaman: Sulit untuk memahami sistem karena dipandang sebagai serangkaian fungsi daripada sebagai serangkaian entitas dan interaksi.
- Kesulitan dalam Pemodelan: Arsitektur tidak memfasilitasi pemodelan yang akurat dari domain masalah.
3. Contoh Praktis: Kegagalan Dekomposisi Fungsional
Untuk mengilustrasikan masalah dengan dekomposisi fungsional, mari kita lihat beberapa contoh praktis:
Sistem Pemesanan Penerbangan
Bayangkan sebuah sistem pemesanan penerbangan yang dirancang menggunakan dekomposisi fungsional. Sistem mungkin dibagi menjadi fungsi-fungsi berikut:
cari_penerbangan()
pesan_penerbangan()
batalkan_penerbangan()
proses_pembayaran()
kirim_konfirmasi()
Meskipun tampak logis, pendekatan ini memiliki beberapa masalah:
- Ketergantungan yang Kuat: Fungsi
pesan_penerbangan()
mungkin bergantung pada detail implementasi fungsicari_penerbangan()
. Jika format data penerbangan diubah,pesan_penerbangan()
juga perlu diubah. - Kurangnya Kohesi: Fungsi
proses_pembayaran()
mungkin bertanggung jawab untuk memproses berbagai jenis pembayaran, membuatnya menjadi modul yang tidak kohesif. - Kesulitan dalam Perubahan: Jika persyaratan bisnis berubah dan sistem perlu mendukung jenis penerbangan baru, banyak fungsi mungkin perlu diubah.
Aplikasi E-commerce
Pertimbangkan aplikasi e-commerce yang dipecah menjadi fungsi-fungsi berikut:
tampilkan_produk()
tambah_ke_keranjang()
proses_checkout()
kelola_inventaris()
kirim_email_konfirmasi()
Masalah serupa muncul:
- Duplikasi Kode: Logika untuk memvalidasi informasi pelanggan mungkin diduplikasi di fungsi
proses_checkout()
dan fungsi lain yang memerlukan informasi pelanggan. - Abstraksi yang Buruk: Fungsi
kelola_inventaris()
mungkin terikat erat dengan detail implementasi basis data, sehingga sulit untuk mengubah basis data tanpa memengaruhi fungsi lain. - Arsitektur yang Tidak Alami: Sistem dipandang sebagai serangkaian fungsi daripada sebagai serangkaian entitas seperti produk, pelanggan, dan pesanan.
4. Alternatif untuk Dekomposisi Fungsional
Untungnya, ada alternatif yang lebih baik untuk dekomposisi fungsional yang menghasilkan desain sistem yang lebih kuat dan fleksibel:
Desain Berorientasi Objek (OOP)
OOP adalah paradigma pemrograman yang berfokus pada objek, yang merupakan instance dari kelas. Kelas mendefinisikan data (atribut) dan perilaku (metode) yang terkait dengan objek. OOP mempromosikan enkapsulasi, abstraksi, pewarisan, dan polimorfisme, yang semuanya membantu untuk mengurangi coupling dan meningkatkan kohesi.
Keuntungan OOP:
- Enkapsulasi: Data dan perilaku digabungkan bersama-sama dalam objek, sehingga mengurangi ketergantungan antara objek.
- Abstraksi: Detail implementasi disembunyikan, sehingga membuat sistem lebih mudah dipahami dan diubah.
- Pewarisan: Kelas-kelas dapat mewarisi data dan perilaku dari kelas-kelas lain, sehingga mengurangi duplikasi kode.
- Polimorfisme: Objek-objek dari kelas yang berbeda dapat diperlakukan sebagai objek-objek dari kelas umum, sehingga meningkatkan fleksibilitas.
Desain Berbasis Domain (DDD)
DDD adalah pendekatan untuk mengembangkan perangkat lunak yang berfokus pada pemahaman dan pemodelan domain masalah. DDD melibatkan bekerja sama dengan ahli domain untuk mengidentifikasi entitas, nilai objek, agregat, dan layanan utama dalam domain. Arsitektur sistem kemudian dirancang untuk mencerminkan model domain.
Keuntungan DDD:
- Pemahaman Domain yang Lebih Baik: DDD memaksa pengembang untuk memahami domain masalah secara mendalam, yang mengarah pada perangkat lunak yang lebih baik.
- Arsitektur yang Alami: Arsitektur sistem mencerminkan model domain, sehingga membuatnya lebih mudah dipahami dan dikomunikasikan.
- Koordinasi yang Lebih Baik dengan Bisnis: DDD memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi antara pengembang dan pemangku kepentingan bisnis.
Arsitektur Berorientasi Layanan (SOA)
SOA adalah gaya arsitektur yang memecah sistem menjadi serangkaian layanan yang longgar. Setiap layanan melakukan tugas tertentu dan berkomunikasi dengan layanan lain melalui antarmuka yang terdefinisi dengan baik. SOA memungkinkan layanan untuk digunakan kembali dan diperbarui secara independen.
Keuntungan SOA:
- Coupling yang Rendah: Layanan longgar, sehingga perubahan pada satu layanan tidak memengaruhi layanan lain.
- Penggunaan Ulang: Layanan dapat digunakan kembali oleh aplikasi yang berbeda.
- Fleksibilitas: Layanan dapat diperbarui secara independen.
Arsitektur Mikroservis
Mikroservis adalah evolusi dari SOA yang berfokus pada pengembangan aplikasi sebagai kumpulan layanan kecil dan independen. Setiap mikroservis bertanggung jawab untuk satu fungsi bisnis dan dapat dikembangkan, di-deploy, dan diskalakan secara independen.
Keuntungan Mikroservis:
- Independensi: Setiap mikroservis independen, sehingga memungkinkan tim yang berbeda untuk bekerja pada layanan yang berbeda secara bersamaan.
- Skalabilitas: Setiap mikroservis dapat diskalakan secara independen.
- Ketahanan: Jika satu mikroservis gagal, itu tidak akan memengaruhi layanan lain.
5. Prinsip Desain untuk Sistem yang Lebih Baik
Selain menggunakan alternatif untuk dekomposisi fungsional, penting juga untuk mengikuti prinsip desain yang baik:
Prinsip Tanggung Jawab Tunggal (SRP)
SRP menyatakan bahwa setiap modul atau kelas harus memiliki satu dan hanya satu alasan untuk berubah. Dengan kata lain, modul harus memiliki satu tanggung jawab. Ini membantu untuk meningkatkan kohesi dan mengurangi coupling.
Prinsip Buka/Tutup (OCP)
OCP menyatakan bahwa perangkat lunak harus terbuka untuk perluasan tetapi tertutup untuk modifikasi. Ini berarti bahwa Anda harus dapat menambahkan fitur baru tanpa mengubah kode yang ada. Ini dapat dicapai dengan menggunakan abstraksi dan polimorfisme.
Prinsip Substitusi Liskov (LSP)
LSP menyatakan bahwa subclass harus dapat digantikan oleh superclass mereka tanpa mengubah kebenaran program. Ini berarti bahwa subclass harus mematuhi kontrak yang didefinisikan oleh superclass.
Prinsip Pemisahan Antarmuka (ISP)
ISP menyatakan bahwa klien tidak boleh dipaksa untuk bergantung pada metode yang tidak mereka gunakan. Ini berarti bahwa antarmuka harus kecil dan spesifik untuk kebutuhan klien.
Prinsip Inversi Ketergantungan (DIP)
DIP menyatakan bahwa modul tingkat tinggi tidak boleh bergantung pada modul tingkat rendah. Keduanya harus bergantung pada abstraksi. Abstraksi tidak boleh bergantung pada detail. Detail harus bergantung pada abstraksi.
6. Kesimpulan: Bergerak Menuju Desain yang Lebih Kuat
Dekomposisi fungsional, meskipun tampak intuitif dan mudah, seringkali mengarah pada desain sistem yang buruk. Ketergantungan yang kuat, coupling yang tinggi, kurangnya kohesi, dan kesulitan dalam perubahan adalah masalah umum yang muncul dari pendekatan ini. Dengan memahami masalah ini dan menggunakan alternatif seperti OOP, DDD, SOA, dan mikroservis, Anda dapat merancang sistem yang lebih kuat, fleksibel, dan mudah dipelihara. Ingatlah untuk selalu berfokus pada model domain dan mengikuti prinsip-prinsip desain yang baik untuk menghasilkan perangkat lunak berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan bisnis.
“`